Mengamati penerapan hukum pada umumnya dan secara khusus yang berlaku di Indonesia, saya lalu membandingkannya dengan peran dan fungsi sebuah pisau. Pisau yang saya maksud disini bukan pisau belati atau pedang yang biasanya bermata dua alias memiliki dua sisi yang tajam namun pisau pada umumnya. Pisau yang salah satu sisinya tipis tajam dan sisi yang lain tebal tumpul.
Pernahkah kita menggunakan bagian yang tumpul untuk mengiris? Jarang bukan? Pisau yang digunakan untuk mengiris pastilah bagian yang tajam. Fungsi hukum itu ibarat pisau yang digunakan untuk mengiris persoalan keadilan. Hukum itu harus tajam layaknya sebuah mata pisau.
Nah, dalam penerapan hukum inilah yang seperti cara setiap orang menggunakan pisau. Pernahkah kita menggunakan pisau untuk mengiris ke arah atas? Pasti jarang bukan? Pernahkah pengguna teriris pisau yang dia gunakan? Juga jarang bukan? Itulah, hukum itu ibarat pisau, yang teriris atau bahkan dikorbankan adalah yang di bawah. Yang dibawah adalah mereka rakyat kecil, orang-orang miskin, orang-orang yang tidak paham hukum. Mereka yang paling terkena dengan penerapan hukum, apapun persoalan keadilan yang dihadapi. Sementara para penegak hukum, pemegang pisau, pastilah jarang yang teriris alias terkena sangsi hukum. Seandainya terkena pisau pun, para pemegang pisau ini pastilah hanya terkena bagian yang tumpul.
Hukum sangat tajam terhadap kalangan bawah sedangkan terhadap kalangan atas hukum selalu tumpul. Kasus di Indonesia banyak sekali. Salah satu contohnya adalah kasus popular seorang nenek, rakyat kecil, mencuri buah coklat yang nilainya tidak sampai ratusan ribu dihukum berat, sementara kalangan atas dan bahkan mereka yang seharusnya menegakkan hukum melakukan korupsi trilyunan atau pelanggaran hukum hanya dihukum ringan serta mendapat fasilitas yang nyaman di penjara. Bahkan banyak sekali kasus pelanggaran hukum yang melibatkan para penguasa yang belum diproses atau tidak diproses sama sekali sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Inilah kenyataan yang menunjukkan hukum menjadi sangat tumpul bagi kalangan atas, penguasa dan penegak hukum sendiri.
Situasi hukum di Indonesia sejak berdirinya negara ini sampai sekarang tidak menjadi semakin baik namun malah menjadi semakin amburadul. Para penegak hukum semakin banyak yang tidak dapat dipercaya. Uang semakin merajalela menghambat penerapan supremasi hukum di negara ini. Maka jangan heran manakala penegak hukum sudah tidak dipercaya lagi lalu masyarakat semakin banyak pula yang main hakim sendiri. Pertikaian antar kelompok yang berbeda pendapat atau berebut lahan terjadi dimana-mana dan mencoba menyelesaikannya sendiri dengan cara mereka. Semuanya jadi barbar dan tidak beradab alias biadab. Kalau penegak hukum sudah tidak beradab lagi maka wajar pula kalau masyarakat juga menjadi biadab.
Akhirnya sebagai bagian dari warga negara ini dan sekaligus sebagai kalangan rakyat bawah saya hanya bisa mengajak semuanya untuk mengubah hukum yang berlaku menjadi seperti pedang bermata dua. Kita bisa lakukan dengan selalu mengkritisi penerapan dan penegakkan hukum di Indonesia dengan cara apa pun yang kita mampu, sehingga hukum bisa berlaku mewujudkan keadilan bagi semua kalangan dan lapisan masyarakat maupun golongan. Semoga.
Salam kritis penuh cinta.
***
Solo, Selasa, 9 April 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar