Hari-hari ini mulai terlihat bendera partai-partai politik dipajang dimana-mana meskipun belum saatnya kampanye resmi Pemilu. Alasannya tentu adalah untuk diketahui rakyat bahwa partai-partai tertentu sudah lolos verifikasi KPU untuk ikut berlaga di Pemilu 2014. Beberapa partai politik yang tidak lolos verfikasi terus berusaha untuk bisa ikut berlaga dengan alasan mereka masing-masing.
Para pengurus partai mulai mengatur strategi bagaimana bisa melibatkan public figure dalam perolehan suara di Pemilu nanti agar mereka bisa menempatkan anggota partainya di parlemen, baik pusat maupun daerah. Sudah diketahui semua bahwa senyatanya para wakil rakyat selama ini yang dipilih secara luber tapi melalui partai tertentu hanyalah menjadi mesin uang partai dan hampir semuanya tidak memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Maka tidak aneh kalau mereka berusaha menempatkan sebanyak mungkin anggota mereka di parlemen, bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melainkan untuk menggemukkan keuangan partai dan pada ujungnya adalah para elit partai sendiri.
Gaji dan tunjangan wakil rakyat yang tinggi serta status menjadi incaran mereka yang sudah berduit untuk bisa semakin kaya. Tentu ada juga yang ingin menjadi wakil rakyat karena benar-benar ingin memperjuangkan rakyat meskipun mereka sendiri sebenarnya sudah berkecukupan materi. Namun demikian kelompok yang ini bisa dihitung jari jumlahnya di parlemen. Kecenderungan ingin memperoleh status dan kekayaan itu lah yang dimanfaatkan oleh partai-partai politik untuk memperalat para pribadi serakah ini.
Partai-partai politik yang selama ini menguasai Senayan kemudian memasang tarif pendaftaran sebagai caleg yang gila-gilaan. Mulai dari ratusan juta hingga milyaran rupiah. Pensyaratan menunjukkan kekayaan yang dimiliki oleh para caleg, benar-benar membelalakkan mata. Hal yang sangat mustahil bagi rakyat kecil (baca miskin materi) untuk bisa menjadi wakil rakyat meskipun mereka memiliki idealisme serta visi-misi yang memperjuangkan kepentingan rakyat kecil.
Para intelektual muda, fresh graduate, yang miskin materi tentu hanya bisa bermimpi untuk bisa menjadi wakil rakyat. Hal ini lah yang kemudian memunculkan kelompok generasi muda yang frustrasi dan berujung pada keengganan untuk terlibat di dalam sistem serta kemudian memilih menjadi golput. Kalau situasi seperti ini terus terjadi tentu membahayakan sistem politik negara ini. Generasi tua yang berada di dalam sistem terus memegang kendali negeri ini dan kita semua tahu, kekuasaan yang berlangsung lama cenderung menjadi korup.
Nah, situasi inilah yang memunculkan gagasan bagaimana kalau rakyat mengadakan patungan untuk menempatkan wakil mereka di parlemen. Pribadi tertentu yang oleh rakyat dianggap berpotensi memperjuangkan rakyat kecil dibiayai secara patungan dan tentu dibuat kesepakatan tertulis agar dia pada saatnya benar-benar menjalankan tugasnya sebagai wakil yang membiayainya (rakyat kecil). Kesepakatan tertulis juga harus dibuat dengan partai yang dipakai untuk kendaraan politiknya. Mekanisme ini bisa diatur sesuai dengan kesepakatan daerah masing-masing serta kemampuan rakyatnya.
Para caleg-caleg muda yang masih penuh idealisme dan relatif belum terkontaminasi dengan sistem yang korup bisa ditempatkan sebagai wakil rakyat. Mereka dibiayai sehingga pada gilirannya dia bisa memperjuangkan kepentingan rakyat yang membiayainya. Selama ini pasti juga sudah terjadi kesepakatan seperti itu oleh para caleg, namun bukan dengan rakyat pemilih namun dengan para pebisnis, tapi tentu ujungnya hanya memperjuangkan kepentingan bisnis dan cenderung tidak memiliki etika politik yang baik.
Gagasan ini sebenarnya paling tepat kalau undang-undang Pemilu mengijinkan penempatan wakil rakyat dari kelompok independen, tetapi karena belum ada kemungkinan itu maka tidak ada jeleknya kita gunakan partai politik sebagai kendaraannya. Hanya dikemudian hari harus diperjuangkan kemungkinan adanya wakil rakyat dari kelompok independen kalau partai-partai politik masih hanya mementingkan kelompoknya sendiri seperti saat ini.
Dengan cara ini pula memungkinkan para caleg untuk tidak perlu mengkampanyekan dirinya sendiri melainkan justru dikampanyekan oleh rakyat pendukungnya. Rakyat pasti akan lebih antusias melaksanakan Pemilu. Mereka akan benar-benar berjuang keras untuk menempatkan wakilnya di parlemen dan tidak sekedar berkampanye untuk mendapatkan uang serta atribut partai dari para caleg maupun partai. Keperluan kampanye para caleg justru dipersiapkan oleh para pendukungnya. Pada gilirannya nanti para caleg yang duduk di parlemen harus benar-benar taat pada kepentingan rakyat yang mendukungnya sekaligus membiayainya. Tidak boleh seenaknya sendiri. Sungguh pesta demokrasi yang indah.
Paparan di atas mungkin hanyalah gagasan gendheng dari orang yang tidak mudheng politik praktis tetapi masih memiliki keprihatinan terhadap carut marut negeri ini dan berharap negeri ini menjadi beradab.
Salam damai penuh cinta.
Para pengurus partai mulai mengatur strategi bagaimana bisa melibatkan public figure dalam perolehan suara di Pemilu nanti agar mereka bisa menempatkan anggota partainya di parlemen, baik pusat maupun daerah. Sudah diketahui semua bahwa senyatanya para wakil rakyat selama ini yang dipilih secara luber tapi melalui partai tertentu hanyalah menjadi mesin uang partai dan hampir semuanya tidak memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Maka tidak aneh kalau mereka berusaha menempatkan sebanyak mungkin anggota mereka di parlemen, bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melainkan untuk menggemukkan keuangan partai dan pada ujungnya adalah para elit partai sendiri.
Gaji dan tunjangan wakil rakyat yang tinggi serta status menjadi incaran mereka yang sudah berduit untuk bisa semakin kaya. Tentu ada juga yang ingin menjadi wakil rakyat karena benar-benar ingin memperjuangkan rakyat meskipun mereka sendiri sebenarnya sudah berkecukupan materi. Namun demikian kelompok yang ini bisa dihitung jari jumlahnya di parlemen. Kecenderungan ingin memperoleh status dan kekayaan itu lah yang dimanfaatkan oleh partai-partai politik untuk memperalat para pribadi serakah ini.
Partai-partai politik yang selama ini menguasai Senayan kemudian memasang tarif pendaftaran sebagai caleg yang gila-gilaan. Mulai dari ratusan juta hingga milyaran rupiah. Pensyaratan menunjukkan kekayaan yang dimiliki oleh para caleg, benar-benar membelalakkan mata. Hal yang sangat mustahil bagi rakyat kecil (baca miskin materi) untuk bisa menjadi wakil rakyat meskipun mereka memiliki idealisme serta visi-misi yang memperjuangkan kepentingan rakyat kecil.
Para intelektual muda, fresh graduate, yang miskin materi tentu hanya bisa bermimpi untuk bisa menjadi wakil rakyat. Hal ini lah yang kemudian memunculkan kelompok generasi muda yang frustrasi dan berujung pada keengganan untuk terlibat di dalam sistem serta kemudian memilih menjadi golput. Kalau situasi seperti ini terus terjadi tentu membahayakan sistem politik negara ini. Generasi tua yang berada di dalam sistem terus memegang kendali negeri ini dan kita semua tahu, kekuasaan yang berlangsung lama cenderung menjadi korup.
Nah, situasi inilah yang memunculkan gagasan bagaimana kalau rakyat mengadakan patungan untuk menempatkan wakil mereka di parlemen. Pribadi tertentu yang oleh rakyat dianggap berpotensi memperjuangkan rakyat kecil dibiayai secara patungan dan tentu dibuat kesepakatan tertulis agar dia pada saatnya benar-benar menjalankan tugasnya sebagai wakil yang membiayainya (rakyat kecil). Kesepakatan tertulis juga harus dibuat dengan partai yang dipakai untuk kendaraan politiknya. Mekanisme ini bisa diatur sesuai dengan kesepakatan daerah masing-masing serta kemampuan rakyatnya.
Para caleg-caleg muda yang masih penuh idealisme dan relatif belum terkontaminasi dengan sistem yang korup bisa ditempatkan sebagai wakil rakyat. Mereka dibiayai sehingga pada gilirannya dia bisa memperjuangkan kepentingan rakyat yang membiayainya. Selama ini pasti juga sudah terjadi kesepakatan seperti itu oleh para caleg, namun bukan dengan rakyat pemilih namun dengan para pebisnis, tapi tentu ujungnya hanya memperjuangkan kepentingan bisnis dan cenderung tidak memiliki etika politik yang baik.
Gagasan ini sebenarnya paling tepat kalau undang-undang Pemilu mengijinkan penempatan wakil rakyat dari kelompok independen, tetapi karena belum ada kemungkinan itu maka tidak ada jeleknya kita gunakan partai politik sebagai kendaraannya. Hanya dikemudian hari harus diperjuangkan kemungkinan adanya wakil rakyat dari kelompok independen kalau partai-partai politik masih hanya mementingkan kelompoknya sendiri seperti saat ini.
Dengan cara ini pula memungkinkan para caleg untuk tidak perlu mengkampanyekan dirinya sendiri melainkan justru dikampanyekan oleh rakyat pendukungnya. Rakyat pasti akan lebih antusias melaksanakan Pemilu. Mereka akan benar-benar berjuang keras untuk menempatkan wakilnya di parlemen dan tidak sekedar berkampanye untuk mendapatkan uang serta atribut partai dari para caleg maupun partai. Keperluan kampanye para caleg justru dipersiapkan oleh para pendukungnya. Pada gilirannya nanti para caleg yang duduk di parlemen harus benar-benar taat pada kepentingan rakyat yang mendukungnya sekaligus membiayainya. Tidak boleh seenaknya sendiri. Sungguh pesta demokrasi yang indah.
Paparan di atas mungkin hanyalah gagasan gendheng dari orang yang tidak mudheng politik praktis tetapi masih memiliki keprihatinan terhadap carut marut negeri ini dan berharap negeri ini menjadi beradab.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Minggu, 17 Februari 2013
Solo, Minggu, 17 Februari 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar