Sekitar 20 persen atau 50 juta
rakyat Indonesia ternyata anti-Pancasila, tidak ingin Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan menolak Bhinneka Tunggal Ika.
“Jumlah tersebut tidak sedikit
dan jika tidak ditangani dengan serius oleh negara maka akan menjadi potensi
yang mengganggu integrasi bangsa,” demikian Ketua Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa (FPKB) MPR RI, Lukman Edy dalam dialog “Evaluasi Akhir Tahun Bidang
Polhukam” di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin, 16 Desember 2013.
Menurut Lukman Edy, 20 persen
warga negara yang anti-Pancasila adalah bahaya laten yang harus diberantas.“Karena itu, kami mendukung langkah kepolisian
yang gencar menangkap kelompok teroris, menggerebek sarang teroris dimana-mana.
Tetapi tindakan kepolisian itu hanya di permukaan saja, tidak sampai mencabut
akarnya,” kata Lukman Edy.
Ideologi 20 persen anak bangsa
ini, kata Lukman, harus dihapus dengan
menginternalisasi nilai-nilai kebangsaan. Semua komponen bangsa harus melakukan
sosialisasi nilai-nilai empat pilar kebangsaan kepada mereka. Lukman
mengatakan, data 20 persen warga negara anti Pancasila didapat saat MPR RI
melakukan survei terkait sosialisasi empat pilar kebangsaan. “Hasilnya, ada
sekitar 20-25 persen anak bangsa ini tidak sepakat dengan empat pilar.
Mereka ingin mencari ideologi lain,”
katanya.
Selain MPR RI, kata Lukman,
survei juga dilakukan seorang profesor
di Universitas Islam Negeri (UIN)
Jakarta terhadap semua guru agama di DKI Jakarta. “Hasilnya, 20 persen
guru-guru itu tidak menginginkan Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,”
katanya.
Terhadap hasil survei tersebut,
MPR RI kemudian melaporkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden
kemudian memerintahkan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survei terhadap
30.000 responden di seluruh Indonesia. “Hasilnya sama juga, sekitar 20-25
persen responden ingin cari ideologi lain. Dan Presiden saat itu mengatakan,
kita masih senang ada 75 persen rakyat Indonesia
setuju dengan ideologi Pancasila,” katanya.
Sementara itu, Marurar Sirait
mengatakan, masalah pluralisme masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
Pasalnya, data konflik SARA saat ini meningkat drastis. Pemerintah juga
terkesan melakukan pembiaran.
“Jadi pemerintah harus
mengevaluasi hal ini dan jangan membiarkan intoleransi menguasai bangsa dan
negara ini,” katanya.
Salam damai penuh cinta.
Sumber Berita: suarapembaruan.com
***
Solo, Rabu, 18 Desember 2013
1 comments:
Makash sngt brguna, tp mungkin bisa ditmbhkan gambar dri warga anti-pancasila ny
Posting Komentar