Sikap toleran masyarakat terhadap
politik uang dalam pemilu dinilai sudah pada tingkat mengancam demokrasi
Indonesia. Tingginya angka toleransi terhadap politik uang terlihat dari hasil
survei Indikator Politik Indonesia.
Sebanyak 41,5 persen responden
menilai politik uang sebagai hal yang wajar. Sebanyak 57,9 persen mengaku tidak
bisa menerima politik uang, dan 0,5 persen tidak menjawab.
Saat memaparkan hasil survei, di
Jakarta hari ini Kamis, 12 Desember 2013, Direktur Eksekutif Indikator Politik
Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan bahwa cukup besar yang menganggap
politik uang sebagai kewajaran. Hal ini merupakan lampu kuning bagi demokrasi
Indonesia.
Survei itu dilaksanakan dengan
mengambil populasi di 39 daerah pemilihan (dapil). Tiap dapil diambil 400
responden. Wawancara dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2013.
Burhanuddin meyakini bahwa responden yang diambil mewakili seluruh populasi.
Dari 41,5 persen responden yang
mengaku bisa menerima politik uang, Indikator
kemudian menanyakan kepada mereka apakah akan menerima uang atau barang
yang diberikan. Hasilnya, sebanyak 55,7 persen mengaku akan menerima, tetapi
memilih calon berdasarkan hati nuraninya.
Adapun sebanyak 28,7 persen
mengaku akan menerima dan memilih calon yang memberikan uang atau barang.
Sebanyak 10,3 persen akan menerima, tetapi memilih calon yang memberi uang
lebih baik. Hanya 4,3 persen yang mengaku tidak akan menerima pemberian, dan 1
persen tidak menjawab.
Menurut Burhanuddin masih ada
yang ambil duitnya, tetapi tidak memilih orang atau partainya. Jadi ibarat
penipu kecil yang menipu perampok besar.
Apabila dilihat dari sisi jender,
kata Burhanuddin, hasil survei ini ternyata tidak ada hubungannya. Pasalnya,
hanya selisih angka tiga persen antara pria dan perempuan yang mengaku menerima
politik uang.
Namun demikian ada hubungannya
antara politik uang dan tempat tinggal pemilih. Sebanyak 44 persen responden
yang bisa menerima politik uang tinggal di desa dan 39 persen tinggal di kota.
Burhanuddin menambahkan, dari
hasil survei terlihat bahwa politik uang juga berhubungan erat dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan. Semakin tinggi pendidikan dan semakin besar
pendapatan pemilih, semakin rendah toleransinya terhadap politik uang.
Inilah perkembangan terbaru
situasi masyarakat Indonesia dalam menghadapi pemilu 2014 berdasarkan survei
oleh Indikator Politik Indonesia. Sangat mencemaskan semangat demokrasinya.
Tampaknya faktor ekonomi masih sangat menyulitkan untuk menciptakan pemilu yang
relatif bersih. Semoga kondisi ini tidak membuat partai-partai peserta pemilu
memainkan politik uang. Kita tunggu saja perkembangan demokrasi negeri ini.
Salam damai penuh cinta.
Sumber Gambar: politik.kompasiana.com
Sumber Gambar: politik.kompasiana.com
***
Solo, Kamis, 12 Desember 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar