Kita semua tahu bahwa sekarang ini
anggaran negara untuk sektor pendidikan sudah semakin baik dan bahkan
penyediaan beasiswa juga semakin diperhatikan, namun apakah anggaran itu sudah
tepat sasaran? Faktanya adalah bahwa masih banyak anak-anak kaum miskin yang
masih mengalami kesulitan untuk memperoleh pendidikan yang layak. Sekolah yang
membebaskan biaya pendidikan pada kenyataannya juga tidak secara penuh
membebaskan biaya. Pada umumnya masih ada biaya untuk buku dan seragam yang
relatif juga tidak murah.
Di beberapa daerah bahkan terjadi
fenomena yang meresahkan. Sekolah-sekolah negeri, yang berbiaya murah tadi,
dibanjiri oleh siswa-siswi dari kalangan masyarakat yang mampu yang memang
mereka punya latar belakang tingkat kecerdasan yang baik sehingga lolos seleksi
masuk di sekolah negeri. Sementara itu
sekolah-sekolah swasta banyak yang mengalami kekurangan murid karena mereka
tidak mungkin menyediakan pendidikan dengan biaya yang murah. Calon siswa-siswi kaum miskin yang tidak lolos seleksi masuk
sekolah negeri akhirnya tidak mampu bersekolah. Maka tujuan negara untuk
memperbaiki pendidikan rakyat, khususnya rakyat miskin, tetap tidak bisa
tercapai.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut seharusnya pemerintah mengambil langkah prioritas dalam memenuhi
kewajibannya mencerdaskan bangsa dan melibatkan kerjasama dengan
sekolah-sekolah swasta. Sekolah-sekolah negeri seharusnya hanya diutamakan
untuk sebagian besar rakyat miskin. Kalau perlu benar-benar gratis. Seleksi penerimaan calon siswa-siswi tidak hanya berdasarkan
kemampuan kecerdasan mereka namun juga dengan mempertimbangkan latar belakang
ekonomi mereka yang tidak mampu. Apabila hal ini dilakukan pasti mereka yang
cerdas tetapi tidak mampu secara ekonomi tetap bisa mengenyam pendidikan formal
dan akhirnya kemampuan mereka bisa berkembang dan pada akhirnya bisa
memperbaiki kehidupan mereka.
Bagi mereka yang miskin dan tidak
memiliki tingkat kecerdasan yang baik pemerintah juga harus tetap menyediakan
pendidikan bagi mereka. Dalam hal ini
sekolah-sekolah negeri yang menampung mereka justru wajib menyediakan guru-guru
yang berkualitas dan punya tingkat pengabdian yang tinggi dalam mendidik
siswa-siswi yang awalnya belum cerdas ini. Kalau perlu pemerintah memberikan
tunjangan khusus bagi para guru yang mau mengabdikan diri dalam pendidikan bagi
mereka ini.
Lalu bagaimana dengan para calon
siswa-siswi dari masyarakat yang kaya?
Nah, di sini pemerintah saatnya melibatkan peran sekolah-sekolah swasta. Sekolah-sekolah negeri tidak perlu menampung
mereka yang dari masyarakat kaya meskipun mereka cerdas. Karena begitulah
selama ini yang terjadi, sekolah-sekolah negeri favorit banyak diisi oleh
siswa-siswi yang cerdas namun dari masyarakat yang mampu secara ekonomi. Situasi ini harus kita ubah. Para siswa-siswi
dari keluarga mampu diarahkan untuk bersekolah di sekolah-sekolah swasta yang
pada umumnya memang tidak mungkin menyediakan pendidikan gratis namun mampu
menyediakan pendidikan yang berkualitas dan bahkan banyak yang kualitasnya
melebihi sekolah negeri. Dengan pola kemitraan pendidikan seperti ini sekolah
swasta diharapkan masih tetap bisa bertahan hidup sebagai partner pemerintah
dan tidak mengalami kehabisan siswa-siswi seperti yang dialami oleh banyak sekolah swasta akhir-akhir
ini.
Demikianlah dengan pola
penyediaan pendidikan formal seperti ini diharapkan hak rakyat miskin untuk
memperoleh pendidikan yang layak dapat terpenuhi dan kewajiban negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa bisa benar-benar terwujud. Lebih lanjut yang
tidak kalah pentingnya adalah penggunaan anggaran pendidikan yang tepat
sasaran.
Tulisan sederhana ini hanya
sekedar hasil refleksi terhadap pelaksanaan pendidikan di negeri ini dan
sedikit sumbang saran untuk kemajuannya
di masa yang akan datang. Semoga nasib rakyat miskin lebih diperhatikan dan
selanjutnya kesenjangan sosial dapat
dikurangi. Merdeka!
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Kamis, 8 Januari 2014
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar