Welcome...Selamat Datang...

Senin, 27 Januari 2014

Partai Demokrat Paling Cemas Menghadapi Jokowi

Mengapa Partai Demokrat paling cemas menghadapi Jokowi? Tentu saja demikian karena hal itu bisa kita ketahui dari pernyataan para peserta Konvensi Calon Presiden dari partai tersebut.  Para peserta banyak mengumbar pernyataan padahal konvensi itu sendiri  sebenarnya tidak menarik bagi publik. Bahkan menurut survei  Kompas, konvensi  yang dinilai merupakan strategi Partai Demokrat memulihkan citra, tidak  segera berdampak meski sudah berjalan lewat tiga bulan. Dukungan untuk partai ini justru semakin turun, dan anjlok ke 7,2 persen pada survei ketiga yang pengumpulan datanya rampung pada Desember 2013.

Yang menarik dan sekaligus menggelikan para peserta konvensi banyak mengeluarkan pernyataan sirik kepada Jokowi. Padahal seperti  kita ketahui Jokowi sendiri belum dicapreskan. Mengapa mereka sirik pada dia? Seharusnya mereka membuat pernyataan tentang Wiranto, Prabowo atau Aburizal Bakrie  yang jelas-jelas sudah nyapres bukan tentang Jokowi.

Kita perhatikan saja apa yang dinyatakan Marzuki Alie, peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat ini yang menyindir Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sindirannya berkaitan dengan hasil sejumlah survei yang menyebutkan elektabilitas Jokowi mengungguli tokoh lain yang digadang menjadi calon presiden. Menurut Marzuki, hasil survei tak bisa serta-merta dijadikan patokan. "Seolah-olah hasil survei yang menentukan, padahal demokrasi itu keniscayaannya adalah kompetisi," kata Marzuki, di kantor komite konvensi, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2014.

Selain itu, menurut Marzuki, demokrasi semestinya tak hanya mengedepankan citra, melainkan juga hal-hal yang bersifat substantif. Tujuannya, dia menambahkan, supaya masyarakat bisa melihat calon pemimpin yang memiliki gagasan serta rekam jejak dan integritas yang baik.

Sebelumnya, Endriartono juga menyindir Jokowi yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi. Dia menganggap Jokowi bisa meraih semua itu lantaran disukai media massa. Endriartono menilai saat ini merupakan era yang aneh karena seseorang bisa disukai karena sering masuk di media. Semestinya, kata Endriartono, seseorang bisa dipilih rakyat dengan pertimbangan rekam jejak dan gagasan-gagasannya. "Kita semua harus mengajarkan masyarakat untuk memilih mereka yang memiliki gagasan-gagasan yang membumi. Nanti biar rakyat yang memutuskan," kata mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia ini.

Kecuali sindiran, ada juga peserta konvensi, Hayono Isman, yang menyampaikan pujian. Lagi-lagi yang dipuji adalah Jokowi bukan para capres lain. Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga ini mengakui kehebatan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dalam meraup popularitas dan mendongkrak elektabilitas. Hayono menganggap Jokowi mendapat dukungan besar dari media massa. "Saya belum sehebat Pak Jokowi yang didukung oleh partai, yang namanya partai media," kata Hayono, di kantor Komite Konvensi, Jakarta, Senin, 6 Januari 2014.

Hayono Isman merasa meski sebagai peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat telah turun ke sejumlah daerah untuk menyampaikan visi-misi dan gagasannya langsung kepada masyarakat, dia mengaku itu tidak membuat popularitas dan elektabilitasnya naik signifikan. Menurut dia, tidak selalu ada media yang meliput "blusukan"-nya. "Paling-paling hanya dikenal oleh 100-200 orang," ujar anggota Dewan Pembina Demokrat ini. "Sebanyak apa pun daerah yang didatangi, tetap sulit." Dukungan dari media, menjadi tantangan bagi dia dan peserta konvensi lainnya.

Sindiran maupun pujian dari peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat ini sungguh menyiratkan kecemasan mereka. Kecemasan terhadap Jokowi, bukan terhadap mereka yang sudah nyata mencapreskan diri. Mereka menyoal tentang survei yang tidak menjamin pasti memenangi pemilihan. Semua orang juga tahu, bahwa survei memang hanya dipakai untuk mengukur saja, tetapi mengapa mereka sewot? Selama ini hasil survei yang menunjukkan tingginya elektabilitas Jokowi juga tidak pernah membuat Jokowi jadi sombong. Lagi pula untuk apa mereka sewot dengan Jokowi yang belum dicapreskan?

Mengenai dukungan media terhadap Jokowi dan tuduhan mereka tentang pencitraan juga terkesan pernyataan sirik.  Mereka lupa bahwa SBY dan Partai Demokrat lah yang memulai dengan tradisi politik pencitraan sejak awal. Kalau sekarang Partai Demokrat merasa tidak dicintai oleh media, itu juga keliru. Media tetap mencintai Partai itu, buktinya selalu ada pemberitaan tentang Partai itu meskipun beritanya adalah perilaku korupsi para petingginya. Karena banyak tindak korupsi yang terkuak dan pelakunya adalah para petinggi Partai Demokrat maka beritanya tentu juga hal-hal negatif partai itu. Hal ini tidak bisa dimaknai bahwa partai itu dibenci media. Sebaliknya tidak tepat juga kalau dikatakan bahwa Jokowi lebih dicintai media. Kalau media banyak memberitakan hal-hal positif tentang Jokowi karena kenyataannya tokoh ini perilakunya memang tidak tercela dan dicintai rakyat.

Jadi, pernyataan-pernyataan para peserta konvensi tersebut menunjukkan bahwa Partai Demokrat paling cemas atau bahkan takut terhadap Jokowi. Partai ini sudah kehilangan kepercayaan rakyat. Citra partai ini sudah terpuruk dan kalah dengan ketulusan dan kesederhanaan Jokowi yang nyata dicintai rakyat. Para peserta konvensinya tidak akan  mampu menandingi Jokowi karena mereka tidak memiliki sifat serta sikap kepemimpinan seperti Jokowi.  Merdeka!

Salam damai penuh cinta.

Referensi Berita:
# Giliran Marzuki Alie Sindir Jokowi
# Survei "Kompas", Konvensi Gagal Dongkrak Demokrat?
# Hayono Isman: Jokowi Hebat karena Didukung Media

***
Solo, Jumat, 10 Januari 2014
Suko Waspodo

0 comments:

Posting Komentar