Mengapa Partai Demokrat paling
cemas menghadapi Jokowi? Tentu saja demikian karena hal itu bisa kita ketahui
dari pernyataan para peserta Konvensi Calon Presiden dari partai tersebut. Para peserta banyak mengumbar pernyataan
padahal konvensi itu sendiri sebenarnya
tidak menarik bagi publik. Bahkan menurut survei Kompas, konvensi yang dinilai merupakan strategi Partai
Demokrat memulihkan citra, tidak segera
berdampak meski sudah berjalan lewat tiga bulan. Dukungan untuk partai ini
justru semakin turun, dan anjlok ke 7,2 persen pada survei ketiga yang
pengumpulan datanya rampung pada Desember 2013.
Yang menarik dan sekaligus
menggelikan para peserta konvensi banyak mengeluarkan pernyataan sirik kepada
Jokowi. Padahal seperti kita ketahui
Jokowi sendiri belum dicapreskan. Mengapa mereka sirik pada dia? Seharusnya
mereka membuat pernyataan tentang Wiranto, Prabowo atau Aburizal Bakrie yang jelas-jelas sudah nyapres bukan tentang Jokowi.
Kita perhatikan saja apa yang
dinyatakan Marzuki Alie, peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat ini
yang menyindir Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sindirannya berkaitan dengan
hasil sejumlah survei yang menyebutkan elektabilitas Jokowi mengungguli tokoh
lain yang digadang menjadi calon presiden. Menurut Marzuki, hasil survei tak
bisa serta-merta dijadikan patokan. "Seolah-olah hasil survei yang
menentukan, padahal demokrasi itu keniscayaannya adalah kompetisi," kata
Marzuki, di kantor komite konvensi, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2014.
Selain itu, menurut Marzuki,
demokrasi semestinya tak hanya mengedepankan citra, melainkan juga hal-hal yang
bersifat substantif. Tujuannya, dia menambahkan, supaya masyarakat bisa melihat
calon pemimpin yang memiliki gagasan serta rekam jejak dan integritas yang
baik.
Sebelumnya, Endriartono juga menyindir
Jokowi yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi. Dia menganggap
Jokowi bisa meraih semua itu lantaran disukai media massa. Endriartono menilai
saat ini merupakan era yang aneh karena seseorang bisa disukai karena sering
masuk di media. Semestinya, kata Endriartono, seseorang bisa dipilih rakyat
dengan pertimbangan rekam jejak dan gagasan-gagasannya. "Kita semua harus
mengajarkan masyarakat untuk memilih mereka yang memiliki gagasan-gagasan yang
membumi. Nanti biar rakyat yang memutuskan," kata mantan Panglima Tentara
Nasional Indonesia ini.
Kecuali sindiran, ada juga
peserta konvensi, Hayono Isman, yang menyampaikan pujian. Lagi-lagi yang dipuji
adalah Jokowi bukan para capres lain. Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga ini
mengakui kehebatan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dalam meraup popularitas
dan mendongkrak elektabilitas. Hayono menganggap Jokowi mendapat dukungan besar
dari media massa. "Saya belum sehebat Pak Jokowi yang didukung oleh
partai, yang namanya partai media," kata Hayono, di kantor Komite
Konvensi, Jakarta, Senin, 6 Januari 2014.
Hayono Isman merasa meski sebagai
peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat telah turun ke sejumlah daerah
untuk menyampaikan visi-misi dan gagasannya langsung kepada masyarakat, dia
mengaku itu tidak membuat popularitas dan elektabilitasnya naik signifikan.
Menurut dia, tidak selalu ada media yang meliput "blusukan"-nya.
"Paling-paling hanya dikenal oleh 100-200 orang," ujar anggota Dewan
Pembina Demokrat ini. "Sebanyak apa pun daerah yang didatangi, tetap
sulit." Dukungan dari media, menjadi tantangan bagi dia dan peserta
konvensi lainnya.
Sindiran maupun pujian dari
peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat ini sungguh menyiratkan
kecemasan mereka. Kecemasan terhadap Jokowi, bukan terhadap mereka yang sudah
nyata mencapreskan diri. Mereka menyoal tentang survei yang tidak menjamin
pasti memenangi pemilihan. Semua orang juga tahu, bahwa survei memang hanya
dipakai untuk mengukur saja, tetapi mengapa mereka sewot? Selama ini hasil survei
yang menunjukkan tingginya elektabilitas Jokowi juga tidak pernah membuat
Jokowi jadi sombong. Lagi pula untuk apa mereka sewot dengan Jokowi yang belum
dicapreskan?
Mengenai dukungan media terhadap
Jokowi dan tuduhan mereka tentang pencitraan juga terkesan pernyataan
sirik. Mereka lupa bahwa SBY dan Partai
Demokrat lah yang memulai dengan tradisi politik pencitraan sejak awal. Kalau
sekarang Partai Demokrat merasa tidak dicintai oleh media, itu juga keliru.
Media tetap mencintai Partai itu, buktinya selalu ada pemberitaan tentang
Partai itu meskipun beritanya adalah perilaku korupsi para petingginya. Karena
banyak tindak korupsi yang terkuak dan pelakunya adalah para petinggi Partai
Demokrat maka beritanya tentu juga hal-hal negatif partai itu. Hal ini tidak
bisa dimaknai bahwa partai itu dibenci media. Sebaliknya tidak tepat juga kalau
dikatakan bahwa Jokowi lebih dicintai media. Kalau media banyak memberitakan
hal-hal positif tentang Jokowi karena kenyataannya tokoh ini perilakunya memang
tidak tercela dan dicintai rakyat.
Jadi, pernyataan-pernyataan para
peserta konvensi tersebut menunjukkan bahwa Partai Demokrat paling cemas atau
bahkan takut terhadap Jokowi. Partai ini sudah kehilangan kepercayaan rakyat.
Citra partai ini sudah terpuruk dan kalah dengan ketulusan dan kesederhanaan
Jokowi yang nyata dicintai rakyat. Para peserta konvensinya tidak akan mampu menandingi Jokowi karena mereka tidak
memiliki sifat serta sikap kepemimpinan seperti Jokowi. Merdeka!
Salam damai penuh cinta.
Referensi Berita:
# Giliran Marzuki Alie
Sindir Jokowi
# Survei
"Kompas", Konvensi Gagal Dongkrak Demokrat?
# Hayono Isman: Jokowi
Hebat karena Didukung Media
***
Solo, Jumat, 10 Januari 2014
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar