Menjelang Pemilu 2014 suhu politik negeri ini kian
memanas. Dimana-mana terpampang gambar wajah-wajah “sok ramah dan merakyat” pada atribut
kampanye atau iklan kampanye, padahal sebagian besar dari mereka adalah wajah-wajah
yang tidak dikenal masyarakat. Dengan
slogan-slogan yang tak punya malu seolah
hanya mereka yang paling tahu tentang negeri ini dan nasib rakyat.
Perilaku tak punya malu itu juga
menjangkiti para politisi atau budayawan negeri ini yang notabene adalah
pribadi-pribadi yang dikenal masyarakt atau paling tidak sering diberitakan
oleh media. Mereka membuat pernyataan-pernyataan kontroversial yang seolah
tanpa dipikir sehingga terkesan tak punya malu dan mencemarkan nama baik mereka
sendiri.
Yang pertama dan paling sering
kontroversial adalah Ruhut Sitompul. Politisi Partai Demokrat ini paling sering
mengeluarkan pendapat kontroversial dan bahkan cenderung kriminal serta
membunuh karakter. Pernyataan dia tentang Jokowi yang menurut dia hanya anak tukang
kayu dan tak pantas jadi presiden hingga yang paling baru pernyataan dia yang
rasis terhadap pengamat politik Universitas Indonesia Boni Hargens. Kali ini
Ruhut kena batunya, Boni Hargens
melaporkan perilaku Ruhut tersebut ke Polda Metro Jaya. Bahkan
perkembangan terbaru Boni juga akan melaporkannya ke BK DPR dan KPU.
Pernyataan asal-asalan juga
dilakukan oleh politisi dan budayawan Betawi, Ridwan Saidi terhadap Jokowi.
Dalam kritik ngawurnya, Ridwan menilai kinerja Jokowi dan Wakil Gubernur
pasangannya, Basuki Tjahaja Purnama, sangat buruk. Bahkan lebih buruk dari era
Gubernur DKI sebelumnya, Fauzi Bowo. Dia juga menilai, Jokowi tidak pantas
untuk menjadi presiden pada 2014. Survei-survei yang selama ini menunjukkan
Jokowi berada di peringkat teratas menurutnya adalah survei bayaran. Kritik
yang diajukan Ridwan, menurut pakar psikologi komunikasi Universitas Indonesia
Hamdi Muluk, mirip dengan kritik yang dilontarkan Ketua Fraksi Partai Demokrat
Nurhayati Ali Assegaf beberapa waktu lalu. Kritik itu dilontarkan dengan hanya
menggunakan perasaan tanpa menyertakan data dan fakta yang ada.
Perilaku yang memalukan dan mencla-mencle terlihat pada pernyataan
terbaru Rhoma Irama. Artis dangdut dan juga pelaku politik praktis yang mengaku
siap mencalonkan diri sebagai calon presiden ini mengklaim dirinya adalah
seorang pluralis dalam konteks kebangsaan. Klaim itu, berdasarkan
kesanggupannya berada di antara semua agama dan golongan masyarakat Indonesia.
Pada sesi obrolan santainya
dengan wartawan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Kamis 5 Desember 2013,
Rhoma mengatakan semangat toleransi beragama itu sudah tertuang di sejumlah
lagu-lagunya. "Kalau rasis berarti dia bukan Muslim," kata Rhoma.
Dari contoh perilaku nyata tiga
orang tersebut dan juga sebenarnya masih banyak contoh yang lain lalu
memunculkan pertanyaan di masyarakat, apakah politisi itu harus tidak punya
malu? Faktanya memang banyak politisi negeri ini yang tidak punya malu dan
merekalah yang bisa dikategorikan sebagai politisi busuk.
Sebagai seorang politisi senior
sejak di Golkar hingga kini di Partai Demokrat bahkan masih aktif sebagai wakil
rakyat serta seorang pengacara yang handal pasti Ruhut Sitompul paham dan
menguasai tentang undang-undang. Kalau sampai dia melontarkan pernyataan asal
ngomong, rasis dan mencemarkan orang lain berarti dia memang politisi yang
tidak punya malu.
Terkait pernyataan terbaru Ridwan
Saidi, ini sangat berbeda dibanding pernyataan yang disampaikannya beberapa
waktu lalu. Dalam berbagai forum, Ridwan menyebut Jokowi-Basuki tiada
bandingnya. Saat Jokowi-Basuki menata kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat,
misalnya, Ridwan menilai kepemimpinan mereka sangat baik. Ia juga mengapresiasi
ketegasan Jokowi dan Basuki dalam menegakkan hukum di Ibukota. Hal itu, menurut
Ridwan, sangat berbeda dibanding pemimpin masa lalu yang bersifat kompromistis.
Nah, berdasar pendapatnya waktu itu dan pendapatnya sekarang bukankah
pernyataan tersebut juga bisa dikategorikan pendapat politisi dan bahkan
budayawan yang tak punya malu? Mencla-mencle
dan lebih parah lagi tanpa dasar maupun fakta yang valid.
Mengenai Rhoma Irama, tak
diragukan lagi orang ini yang paling parah perilaku tak punya malunya. Meski
menegaskan dirinya membela nilai-nilai keberagaman sosial, si raja dangdut ini
pernah tersandung masalah yang berbau rasial pada tahun 2012. tepatnya, saat
masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah Jakarta. Pernyataannya tentang
penghapusan MK juga menunjukkan betapa sangat memalukan dan terlihat kebodohannya
tentang pemahaman konstitusi negeri ini.
Sebenarnya masih banyak lagi
contoh nyata perilaku tak punya malu mereka dan para politisi busuk negeri ini.
Sebagai orang-orang yang sudah menjadi wakil rakyat, politisi, budayawan dan
bahkan berambisi menjadi presiden, mereka seharusnyamenjaga citra mereka
sendiri. Mereka bukan para selebritas
yang memang sering tidak punya malu. Kalau selebritas tidak punya malu itu agak
masuk akal karena mereka memang sering bermain peran di film atau sinetron
sehingga terbawa di perilaku sehari-hari. Namun apabila itu seorang politisi
dan apalagi berambisi jadi presiden tentu dituntut sikap dan perilaku
kenegarawanan. Presiden itu mengurusi negara dan rakyat bung, bukan sekedar
bermain peran di film apalagi di sinetron. Rakyat negeri ini semakin kritis,
janganlah berperilaku tak punya malu kalau masih ingin dianggap sebagai orang
yang cerdas dan ingin dicintai rakyat. Merdeka!
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Sabtu, 7 Desember 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar