Welcome...Selamat Datang...

Jumat, 24 Januari 2014

Haruskah Politisi tak Punya Malu?

Menjelang  Pemilu 2014 suhu politik negeri ini kian memanas. Dimana-mana terpampang gambar wajah-wajah  “sok ramah dan merakyat” pada atribut kampanye atau iklan kampanye, padahal sebagian besar dari mereka adalah wajah-wajah yang tidak dikenal masyarakat.  Dengan slogan-slogan yang  tak punya malu seolah hanya mereka yang paling tahu tentang negeri ini dan nasib rakyat.

Perilaku tak punya malu itu juga menjangkiti para politisi atau budayawan negeri ini yang notabene adalah pribadi-pribadi yang dikenal masyarakt atau paling tidak sering diberitakan oleh media. Mereka membuat pernyataan-pernyataan kontroversial yang seolah tanpa dipikir sehingga terkesan tak punya malu dan mencemarkan nama baik mereka sendiri.

Yang pertama dan paling sering kontroversial adalah Ruhut Sitompul. Politisi Partai Demokrat ini paling sering mengeluarkan pendapat kontroversial dan bahkan cenderung kriminal serta membunuh karakter. Pernyataan dia tentang Jokowi yang menurut dia hanya anak tukang kayu dan tak pantas jadi presiden hingga yang paling baru pernyataan dia yang rasis terhadap pengamat politik Universitas Indonesia Boni Hargens. Kali ini Ruhut kena batunya, Boni Hargens  melaporkan perilaku Ruhut tersebut ke Polda Metro Jaya. Bahkan perkembangan terbaru Boni juga akan melaporkannya ke BK DPR dan KPU.

Pernyataan asal-asalan juga dilakukan oleh politisi dan budayawan Betawi, Ridwan Saidi terhadap Jokowi. Dalam kritik ngawurnya, Ridwan menilai kinerja Jokowi dan Wakil Gubernur pasangannya, Basuki Tjahaja Purnama, sangat buruk. Bahkan lebih buruk dari era Gubernur DKI sebelumnya, Fauzi Bowo. Dia juga menilai, Jokowi tidak pantas untuk menjadi presiden pada 2014. Survei-survei yang selama ini menunjukkan Jokowi berada di peringkat teratas menurutnya adalah survei bayaran. Kritik yang diajukan Ridwan, menurut pakar psikologi komunikasi Universitas Indonesia Hamdi Muluk, mirip dengan kritik yang dilontarkan Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf beberapa waktu lalu. Kritik itu dilontarkan dengan hanya menggunakan perasaan tanpa menyertakan data dan fakta yang ada.

Perilaku yang memalukan dan mencla-mencle terlihat pada pernyataan terbaru Rhoma Irama. Artis dangdut dan juga pelaku politik praktis yang mengaku siap mencalonkan diri sebagai calon presiden ini mengklaim dirinya adalah seorang pluralis dalam konteks kebangsaan. Klaim itu, berdasarkan kesanggupannya berada di antara semua agama dan golongan masyarakat Indonesia.

Pada sesi obrolan santainya dengan wartawan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Kamis 5 Desember 2013, Rhoma mengatakan semangat toleransi beragama itu sudah tertuang di sejumlah lagu-lagunya. "Kalau rasis berarti dia bukan Muslim," kata Rhoma.

Dari contoh perilaku nyata tiga orang tersebut dan juga sebenarnya masih banyak contoh yang lain lalu memunculkan pertanyaan di masyarakat, apakah politisi itu harus tidak punya malu? Faktanya memang banyak politisi negeri ini yang tidak punya malu dan merekalah yang bisa dikategorikan sebagai politisi busuk.

Sebagai seorang politisi senior sejak di Golkar hingga kini di Partai Demokrat bahkan masih aktif sebagai wakil rakyat serta seorang pengacara yang handal pasti Ruhut Sitompul paham dan menguasai tentang undang-undang. Kalau sampai dia melontarkan pernyataan asal ngomong, rasis dan mencemarkan orang lain berarti dia memang politisi yang tidak punya malu.

Terkait pernyataan terbaru Ridwan Saidi, ini sangat berbeda dibanding pernyataan yang disampaikannya beberapa waktu lalu. Dalam berbagai forum, Ridwan menyebut Jokowi-Basuki tiada bandingnya. Saat Jokowi-Basuki menata kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, misalnya, Ridwan menilai kepemimpinan mereka sangat baik. Ia juga mengapresiasi ketegasan Jokowi dan Basuki dalam menegakkan hukum di Ibukota. Hal itu, menurut Ridwan, sangat berbeda dibanding pemimpin masa lalu yang bersifat kompromistis. Nah, berdasar pendapatnya waktu itu dan pendapatnya sekarang bukankah pernyataan tersebut juga bisa dikategorikan pendapat politisi dan bahkan budayawan yang tak punya malu? Mencla-mencle dan lebih parah lagi tanpa dasar maupun fakta yang valid.

Mengenai Rhoma Irama, tak diragukan lagi orang ini yang paling parah perilaku tak punya malunya. Meski menegaskan dirinya membela nilai-nilai keberagaman sosial, si raja dangdut ini pernah tersandung masalah yang berbau rasial pada tahun 2012. tepatnya, saat masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah Jakarta. Pernyataannya tentang penghapusan MK juga menunjukkan betapa sangat memalukan dan terlihat kebodohannya tentang pemahaman konstitusi negeri ini.

Sebenarnya masih banyak lagi contoh nyata perilaku tak punya malu mereka dan para politisi busuk negeri ini. Sebagai orang-orang yang sudah menjadi wakil rakyat, politisi, budayawan dan bahkan berambisi menjadi presiden, mereka seharusnyamenjaga citra mereka sendiri.  Mereka bukan para selebritas yang memang sering tidak punya malu. Kalau selebritas tidak punya malu itu agak masuk akal karena mereka memang sering bermain peran di film atau sinetron sehingga terbawa di perilaku sehari-hari. Namun apabila itu seorang politisi dan apalagi berambisi jadi presiden tentu dituntut sikap dan perilaku kenegarawanan. Presiden itu mengurusi negara dan rakyat bung, bukan sekedar bermain peran di film apalagi di sinetron. Rakyat negeri ini semakin kritis, janganlah berperilaku tak punya malu kalau masih ingin dianggap sebagai orang yang cerdas dan ingin dicintai rakyat. Merdeka!

Salam damai penuh cinta.

***
Solo, Sabtu, 7 Desember 2013
Suko Waspodo

0 comments:

Posting Komentar