Welcome...Selamat Datang...

Rabu, 18 September 2013

Bonceng Sepeda Motor sambil Belajar

Saya sering menemui kejadian seperti yang saya tulis sebagai judul artikel saya kali ini setiap kali saya berangkat bekerja pagi berbarengan denga para pelajar yang berangkat sekolah. Fenomena itu tidak hanya dilakukan oleh murid SD yang diboncengkan oleh orang tuanya, namun juga oleh mahasiswa yang diboncengkan temannya. Kejadian yang menurut saya aneh dan tidak pernah terjadi pada jaman saya sekolah dulu. Bahkan jaman dulu para pelajar jarang belajar, menghafalkan materi prediksi ulangan, di kelas menjelang ulangan harian maupun ujian. Terkesan bahwa para pelajar sekarang kurang waktu untuk belajar sehingga sampai harus belajar saat bonceng sepeda motor.

Benarkah kurang waktu? Mengapa fenomena cara belajar seperti itu bisa berlangsung saat sekarang? Saya akan memaparkan beberapa kemungkinan yang terjadi.
  • Materi pelajaran terlalu menekankan hafalan daripada pemahaman.
  • Pendidikan formal terlalu menekankan nilai (angka) akademis.
  • Sistem ranking dalam nilai hasil belajar di sekolah formal.
  • Cara memasuki jenjang pendidkan lebih lanjut yang lebih menekankan prestasi nilai (angka) dari jenjang pendidikan sebelumnya daripada  menggunakan test masuk serta test kepribadian.
  • Pengguna lulusan Perguruan Tinggi  lebih mengutamakan ukuran Indeks Prestasi Akademik daripada hasil test kemampuan dan wawancara.
Sistem pendidikan formal tersebut berbeda dengan sistem pendidikan formal jaman dulu, yang lebih menekankan beberapa hal berikut ini.
  • Penguasaan materi pelajaran lebih pada pemahaman.
  • Jenis materi pelajaran tidak sebanyak saat ini sehingga setiap pelajaran bisa dipelajari lebih mendalam.
  • Bakat yang khas pada mata pelajaran tertentu lebih penting daripada memperoleh nilai (angka) yang baik pada seluruh mata pelajaran tapi tidak menguasainya secara mendalam.
  • Kemampuan penalaran lebih penting.
  • Kualitas pribadi secara utuh lebih penting daripada nilai-nilai dalam bentuk angka.
Akibat dari perbedaan sistem pendidikan formal tersebut maka terjadilah situasi belajar seperti judul artikel  ini. Sering terjadi pula para orang tua yang terlalu mengintervensi wilayah pembelajaran akademik karena mengejar gengsi nilai akademik anak-anak mereka. Maka terjadilah materi pelajaran yang diadakan hanya karena keinginan sebagian orang tua anak bukan atas dasar tingkat kemampuan anak sesuai usia mereka. Praktik pembocoran soal ujian dan penyuapan kepada guru marak terjadi pula, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Selanjutnya, yang lebih parah, juga perbedaan kualitas manusianya. Sistem pendidikan yang sekarang menghasilkan pribadi-pribadi  seperti robot, inginnya serba instant. Terlalu berorientasi pada hasil dan mengabaikan pentingnya proses. Tingkat penalaran lebih rendah. Seseorang sudah berada di jenjang perguruan tinggi dan bahkan sudah sarjana serta bekerja namun tidak memiliki kemampuan analisis dan kritis. Kurang berani menghadapi tantangan dan mengambil risiko..

Itulah situasi pendidikan formal kita saat ini menurut  pengamatan saya yang bukan seorang pakar pendidikan. Paparan artikel ini hanya sekedar ungkapan keprihatinan dan kecemasan saya terhadap masa depan orang muda negara ini. Kebijakan pengelola negara terhadap masalah pendidikan dari tahun ketahun terasa tidak berpihak pada nilai-nilai manusia. Manusia hanya menjadi obyek sistem pendidikan bukan subyek. Pendidikan manusia diletakkan dibawah kepentingan ekonomi. Sistem pendidikan  hanya menjadi kepentingan sesaat sistem politik yang sedang berkuasa. 

Akhirnya setelah mencermati situasi itu mungkin akan muncul pendapat bahwa itulah kebijakan pengelola negara ini yang tidak berpihak ke pendidikan dan mereka kebal dari kritik dan masukan, namun kita masing-masing pribadi tentu memiliki kebebasan untuk bertindak. Nah, apakah kita mau sebagai obyek atau sebagai subyek pendidikan formal negara ini? Selanjutnya terserah kita masing-masing.

Salam kritis penuh cinta.
***
Solo, Senin, 25 Februari 2013, 08:33
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
 

0 comments:

Posting Komentar